Industri Kelapa Kalimantan Barat Terpuruk, SBSI Minta Pemerintah Hentikan Ekspor Bahan Baku
Kalimantan Barat, GNNINDONESIA.COM, 1 Maret 2025 – Krisis tengah melanda industri kelapa di Kalimantan Barat. Banyak pabrik pengolahan kelapa di wilayah ini terpaksa tutup akibat kesulitan mendapatkan bahan baku. Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Koordinator Wilayah Kalimantan Barat, Sujak, S.E., menyoroti kondisi ini dan mendesak pemerintah pusat untuk segera mengambil tindakan.
Dalam pernyataannya, Sujak mengungkapkan bahwa saat ini sebagian besar pabrik pengolahan kelapa di Kalimantan Barat mengalami kesulitan operasional, bahkan banyak yang gulung tikar. Hal ini disebabkan oleh maraknya ekspor kelapa dalam bentuk gelondongan ke luar negeri, terutama ke China.
“Kami baru saja menggelar pertemuan dengan sejumlah pihak terkait industri kelapa di Kalimantan Barat. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak pabrik yang tutup, sementara anggota SBSI pun banyak yang mengundurkan diri akibat kehilangan pekerjaan. Penyebab utamanya adalah perdagangan bebas yang memungkinkan kelapa dijual ke luar negeri dalam bentuk mentah dengan harga tinggi. Akibatnya, pabrik-pabrik di dalam negeri kesulitan mendapatkan bahan baku,” ujar Sujak.
Pabrik Tutup, Ribuan Pekerja Kehilangan Mata Pencaharian
Menurut Sujak, kondisi ini berdampak besar pada perekonomian masyarakat, khususnya di daerah perkebunan kelapa. Banyak pekerja kehilangan pekerjaan karena pabrik tak lagi mampu bersaing dengan harga kelapa yang dijual ke luar negeri.
Dua perusahaan besar, PT CMA dan PT KKJ, yang sebelumnya menjadi andalan dalam industri pengolahan kelapa di Kalimantan Barat, kini sudah menghentikan operasionalnya. PT CMA, yang memiliki lebih dari 1.000 karyawan, serta PT KKJ yang mengolah berbagai produk kelapa seperti beras santan dan arang briket, terpaksa tutup akibat kelangkaan bahan baku.
“Kami sempat bertemu dengan pemilik PT CMA, mereka mengaku kesulitan membayar pesangon karyawan karena keuangan perusahaan sudah kolaps. Bahkan, ada beberapa pabrik yang masih beroperasi dalam kondisi kritis, hanya sekadar bertahan untuk membayar biaya listrik dan operasional lainnya. Sementara itu, upaya menjual atau mengalihkan kepemilikan pabrik kepada investor baru pun tak membuahkan hasil karena ketidakpastian pasokan bahan baku,” jelasnya.
Ekspor Kelapa Mentah Dinilai Merugikan Industri Domestik
Fenomena ekspor kelapa dalam bentuk gelondongan ke luar negeri memang membawa keuntungan bagi petani karena harga jual lebih tinggi. Namun, dampaknya sangat merugikan industri pengolahan di dalam negeri.
Sujak menjelaskan bahwa industri kelapa seharusnya didukung agar tetap bertahan dan berkembang di dalam negeri, bukan justru dibiarkan mati akibat ekspor bahan baku tanpa regulasi ketat. Jika tren ini terus berlanjut, maka Indonesia hanya akan menjadi pemasok bahan mentah tanpa nilai tambah, sementara negara lain menikmati hasil olahan kelapa dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi.
“Kami memahami bahwa perdagangan bebas memiliki sisi positif bagi petani, tetapi dampaknya bagi pabrik-pabrik dalam negeri sangat memprihatinkan. Jika industri dalam negeri tutup, maka pengangguran akan semakin meningkat. Oleh karena itu, kami meminta Presiden Prabowo dan pemerintah pusat untuk segera menghentikan ekspor kelapa dalam bentuk mentah,” tegas Sujak.
Seruan Kepada Pemerintah
SBSI Kalimantan Barat mendesak pemerintah, khususnya Presiden, Kementerian terkait, dan DPR RI, untuk segera mengambil langkah tegas guna melindungi industri kelapa dalam negeri. Mereka berharap ada regulasi yang lebih ketat terkait ekspor kelapa mentah, sehingga bahan baku tetap tersedia bagi industri domestik.
“Apa gunanya negara kita kaya akan sumber daya alam jika rakyatnya justru banyak yang menganggur dan jatuh miskin? Pemerintah harus segera turun tangan untuk memastikan industri kelapa di dalam negeri tetap hidup dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” pungkas Sujak.
Kondisi ini menjadi alarm bagi pemangku kebijakan agar segera merancang kebijakan yang berpihak kepada industri nasional, demi menjaga keseimbangan antara kesejahteraan petani dan keberlangsungan industri dalam negeri. Jika tidak segera ditangani, dampak domino dari penutupan pabrik-pabrik kelapa ini akan semakin luas dan sulit untuk dipulihkan.