Semarak Hari Ibu 2025 di Taman Suropati, Seni Angklung dan Kolintang Jadi Simbol Persatuan Bangsa
GNNINDONESIA.COM, Jakarta, 21 Desember 2025 — Dalam rangka memperingati Hari Ibu 2025, Angklung Mawar Merah Putih Indonesia menggelar pertunjukan seni budaya bertajuk “Persembahan Angklung, Kolintang, Tarian, dan Lagu untuk Hari Ibu 2025” di Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (21/12/2025). Kegiatan ini menjadi wadah ekspresi seni tradisional sekaligus bentuk penghormatan terhadap peran perempuan Indonesia dalam menjaga nilai budaya dan persatuan bangsa.
Acara tersebut dihadiri oleh alumni Universitas Pancasila, Universitas Indonesia, para pengunjung Taman Suropati, serta sejumlah tokoh dan pegiat seni budaya, di antaranya Pegiat dan Pencinta Angklung Indonesia Drs. H. Dedet Djohan dan Pengamat Budaya Ir. Sayuti Asyathri. Kehadiran berbagai elemen masyarakat ini mencerminkan kuatnya dukungan terhadap upaya pelestarian seni tradisional di ruang publik.
Ketua Angklung Mawar Merah Putih Indonesia, DR. Hj. Sri Herawati, SH., MH., menyampaikan bahwa peringatan Hari Ibu tidak sekadar dimaknai sebagai seremoni tahunan, melainkan momentum refleksi untuk menghormati perempuan Indonesia yang sarat nilai kasih sayang, ketangguhan, dan pengorbanan. Melalui angklung, kolintang, tarian, dan lagu-lagu tradisional, pihaknya ingin menyampaikan pesan kebersamaan sekaligus menumbuhkan kesadaran akan pentingnya menjaga budaya bangsa.
“Bagi kami, Hari Ibu adalah pengingat bahwa cinta, harmoni, dan persatuan merupakan nilai luhur yang senantiasa dijaga oleh para ibu Indonesia. Musik tradisional yang kami tampilkan bukan hanya hiburan, tetapi juga persembahan rasa terima kasih kepada seluruh ibu di Tanah Air,” ujar Sri Herawati.
Dalam pertunjukan tersebut, para pemain tampil mengenakan busana tradisional dari berbagai daerah di Indonesia. Keberagaman ini menjadi simbol persatuan dalam bingkai kebudayaan nasional. Alunan angklung dan kolintang yang dipadukan dengan gerak tari serta vokal dikemas untuk menyampaikan pesan bahwa seni tradisional Indonesia memiliki kekuatan estetika sekaligus makna sosial yang mendalam.
Sri Herawati juga menekankan pentingnya peran generasi muda dalam menjaga keberlanjutan seni musik tradisional. Menurutnya, musik tradisi merupakan sumber kebanggaan nasional yang harus terus dikembangkan agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. “Jika budaya dirawat dengan sungguh-sungguh, maka budaya akan menjaga jati diri bangsa,” tambahnya.
Sementara itu, Konduktor Mugi Pangestu, S.Psi., menjelaskan bahwa konsep pertunjukan yang ditampilkan merupakan kolaborasi dua alat musik tradisional Indonesia dengan karakter berbeda, yakni angklung berbahan bambu dan kolintang berbahan kayu. Kolaborasi tersebut diperkaya dengan unsur vokal dan tarian sehingga menghasilkan sajian seni yang harmonis dan utuh.
Menurut Mugi, tantangan utama dalam mempersiapkan pertunjukan ini adalah keterbatasan waktu latihan. Meski demikian, seluruh pengisi acara tetap berupaya menampilkan pertunjukan terbaik dengan semangat kebersamaan dan dedikasi terhadap seni tradisional. Ia berharap kolaborasi ini dapat mendorong seni musik dan tari tradisional Indonesia terus bergema di tengah masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Drs. H. Dedet Djohan menegaskan bahwa seni angklung tidak dapat dipisahkan dari nilai filosofi yang terkandung di dalamnya. Angklung merupakan alat musik asli Indonesia yang telah diakui dunia dan ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 10 November 2010, yang kemudian diperingati sebagai Hari Angklung Sedunia.
Dedet menjelaskan bahwa angklung beserta instrumen pendukung lainnya mengandung nilai edukatif dan sosial, antara lain mudah dimainkan, bersifat massal, mendidik, serta memberikan manfaat kesehatan. “Bermain angklung secara bersama-sama menumbuhkan rasa bahagia, kebersamaan, dan memberikan dampak positif bagi kesehatan jasmani maupun rohani, khususnya bagi kalangan lanjut usia,” ujarnya.
Ia juga mengapresiasi kiprah Perkumpulan Angklung Mawar Merah Putih Indonesia yang mayoritas anggotanya merupakan perempuan lanjut usia, namun tetap aktif memainkan angklung dan menampilkan tarian nasional. Menurutnya, dedikasi tersebut menjadi contoh nyata komitmen dalam melestarikan seni budaya Indonesia.
Sementara itu, Pengamat Budaya Ir. Sayuti Asyathri menilai bahwa kegiatan seni budaya di ruang publik seperti Taman Suropati memiliki peran strategis dalam mendorong partisipasi masyarakat sekaligus memperkuat identitas budaya. Pertunjukan musik tradisional, menurutnya, tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sarat nilai edukatif dan sosial.
Ia menambahkan bahwa musik tradisional memiliki dampak positif terhadap fungsi kognitif dan kesejahteraan emosional, terutama bagi kalangan lanjut usia. Keterlibatan dalam aktivitas musik dapat membantu menjaga daya ingat, memperkuat interaksi sosial, serta menumbuhkan rasa kebersamaan lintas generasi.
Menurut Sayuti, pelestarian musik tradisional berperan penting dalam pembentukan karakter dan identitas nasional. Melalui seni, nilai-nilai sejarah dan budaya dapat diwariskan kepada generasi muda secara berkelanjutan. “Pertunjukan budaya di ruang publik bukan hanya perayaan identitas, tetapi juga sarana edukasi dan penguatan kohesi sosial,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa seni musik tradisional memiliki dimensi spiritual yang memperkaya kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, upaya pelestarian harus terus dilakukan melalui kolaborasi berbagai pihak agar seni tradisional tetap hidup dan relevan di tengah dinamika zaman.
