“Tantangan dan Solusi: Pencabutan Izin Usaha BPR dalam Diskusi Pengurus DPP Perbamida dan OJK”
JAKARTA, GNNINDONESIA.COM – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perbamida melangsungkan pertemuan penting dengan Deputi Komisioner Pengawas Konglomerasi Keuangan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada hari Senin (25/03/2024) di Jakarta. Pertemuan ini, yang berlangsung di Menara Radius Prawiro, menjadi arena diskusi yang mengangkat beragam isu terkait dengan Bank Perekonomian Rakyat (BPR/BPRS) yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Sebagai asosiasi yang mewadahi BPR/BPRS yang dimiliki oleh Pemda di seluruh Indonesia, Perbamida terus memperkuat posisinya serta berperan aktif dalam mendukung kontribusi anggotanya dalam pembangunan di wilayahnya masing-masing.
Salah satu hasil diskusi yang signifikan adalah pentingnya modal yang memadai bagi BPR untuk mengantisipasi risiko dan menghadapi situasi darurat dengan efektif. Para pihak yang terlibat sepakat bahwa BPR harus memiliki cadangan yang mencukupi untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga, termasuk dalam situasi yang memerlukan penyelamatan dalam waktu yang terbatas, misalnya hanya dalam satu tahun.
Selain itu, pertemuan tersebut membahas tentang integrasi entitas BPR di berbagai provinsi. Terdapat keinginan untuk mengkonsolidasikan BPR di tingkat kabupaten ke dalam satu entitas BPR yang dimiliki oleh provinsi sesuai dengan mayoritas pemegang sahamnya. Integrasi ini akan dilakukan jika BPR tersebut dimiliki oleh BPD atau Pemerintah Provinsi. Namun, BPR yang dimiliki oleh pemegang saham Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota akan tetap beroperasi secara mandiri dan tidak diwajibkan untuk bergabung dengan BPD atau provinsi.
Selain itu, isu pencabutan izin usaha BPR juga menjadi perhatian serius. Langkah ini diambil untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh BPR yang terlalu lemah untuk dipertahankan, di mana upaya penyelamatan dianggap tidak memadai. Oleh karena itu, tanggung jawab penyelesaian diserahkan kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Meskipun terdapat kesempatan bagi BPR untuk memperbaiki kondisinya, namun pada titik tertentu, pencabutan izin usaha menjadi langkah yang tak terhindarkan. OJK mendorong BPR, terutama yang memiliki modal kecil, untuk memfokuskan diri pada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) guna mengurangi risiko.
Pada kesempatan tersebut, komitmen Perbamida untuk membantu perbaikan kinerja BPR/BPRS milik daerah disampaikan dengan jelas. Dukungan dari Kementerian Dalam Negeri juga diharapkan dalam hal penguatan kompetensi, bantuan peraturan, dan pendanaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. OJK turut mendorong terjalinnya sinergi dan fasilitasi antara BPR/BPRS milik daerah dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah untuk memperkuat modal serta mengembangkan bisnis mereka. Langkah-langkah ini diharapkan akan meningkatkan kesehatan dan integritas sektor perbankan daerah, mengikuti perubahan regulasi, dan memastikan kepatuhan terhadap standar yang berlaku. Harapannya, kolaborasi ini akan menggerakkan pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabilitas sektor perbankan daerah untuk mendukung perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.
Pertemuan Tingkat Tinggi antara Pengurus DPP Perbamida dan OJK Membahas Upaya Peningkatan Kapasitas BPR/S Milik Pemda dan Rencana Pengembangan Pasca UU P2SK
“Komitmen Kuat: Perbamida dan OJK Bersama Dukung Kesehatan Sektor Perbankan Daerah”
JAKARTA, KOMPASINDOTV.COM – Di Menara Radius Prawiro, Jakarta, pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Milik Daerah (Perbamida) mengadakan pertemuan strategis dengan Deputi Komisioner Pengawas Konglomerasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pertemuan tersebut membahas isu-isu krusial terkait dengan Bank Perekonomian Rakyat (BPR/BPRS) yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
Perbamida, sebagai asosiasi yang mengayomi BPR/BPRS milik Pemda di seluruh Indonesia, menekankan pentingnya peran BPR dalam mendukung pembangunan di daerah. Salah satu topik penting dalam diskusi adalah kebutuhan akan modal yang cukup bagi BPR untuk mengantisipasi risiko dan situasi darurat dengan lebih efisien. Pihak terlibat sepakat bahwa BPR harus memiliki cadangan yang memadai untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang tidak diinginkan.
Selain itu, pertemuan juga membahas integrasi entitas BPR di berbagai provinsi. Terdapat dorongan untuk mengkonsolidasikan BPR di setiap kabupaten menjadi satu entitas BPR yang dimiliki oleh provinsi, sesuai dengan mayoritas pemegang saham. Namun, BPR yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten atau Kota yang didanai oleh APBD tetap akan beroperasi secara mandiri.
Isu pencabutan izin usaha BPR juga menjadi perhatian serius dalam pertemuan ini. OJK mengambil tindakan ini sebagai langkah mengatasi tantangan yang dihadapi oleh BPR yang terlalu lemah untuk dipertahankan. Meskipun ada kesempatan bagi BPR untuk memperbaiki kondisinya, pencabutan izin usaha bisa menjadi langkah yang tak terhindarkan dalam beberapa kasus.
Selain itu, OJK mendorong digitalisasi BPR milik daerah sebagai kebutuhan mendesak dalam menghadapi era digital perbankan. Hal ini harus didukung oleh Sumber Daya Manusia yang kompeten dan memperhatikan aspek keamanan data serta tata kelola teknologi.
Pertemuan tersebut juga menegaskan komitmen Perbamida untuk membantu perbaikan kinerja BPR/BPRS milik daerah dengan dukungan Kementerian Dalam Negeri. OJK juga mendukung adanya sinergi dengan pihak terkait untuk penguatan modal dan pengembangan bisnis BPR/BPRS milik daerah, sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Diharapkan langkah-langkah ini akan memperkuat sektor perbankan daerah dan mendukung pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan di masa mendatang.